Kamis, Maret 12, 2009

KRITERIA CALEG IDEAL: Ethos, Pathos, Logos dan Ability

Secara tidak sengaja saya mendengarkan wawancara Radio Republik Indonesia dengan Bapak Henry Pandapotan Panggabean yang disiarkan secara langsung pada tanggal 4 Maret 2009 malam tentang kriteria calon anggota legislatif (baik DPRD maupun DPR Pusat). Saya kira beliau diwawancara bukan dalam kapasitas sebagai Ketua Dewan Kehormatan Partai Damai Sejahtera, ahli hukum, guru besar, maupun sebagai mantan hakim agung (http://www.partaidamaisejahtera.com/39.html), tetapi sebagai pimpinan sebuah lembaga swadaya masyarakat di bidang penghijauan lingkungan. Sayangnya, wawancara yang sangat bermutu itu dilakukan dalam bahasa Batak (karena spot tiap Rabu malam tersebut ternyata memang dikhususkan dalam bahasa Batak), sehingga tidak semua orang dapat memahaminya.

Saya menggaris-bawahi dan sekaligus mengemukakan beberapa pemikiran. Dengan mengutip verbatim filsuf Aristotle dari Yunani (384 SM – 322 SM), Panggabean mengemukakan tiga kriteria ideal yang harus dimiliki oleh seorang caleg, yaitu: ethos, pathos dan logos. Ethos berkaitan dengan etika (ethic) di mana seorang calon anggota legislatif haruslah dikenal dan sudah teruji memiliki etika yang baik, dengan latar belakang keluarga yang baik pula. Bagaimana seorang calon dapat mewakili konstituen jika perilaku atau etikanya buruk? Terlebih lagi jika si calon mengandalkan uang (money politics) untuk memperoleh suara, bukankah dia akan berusaha mengembalikan modal (bahkan harus surplus) saat duduk di lembaga legislatif? Pathos berkaitan dengan pengalaman (experience). Dari pengalaman yang dimiliki seorang calon anggota legislatif, diharapkan dia dapat memberi kontribusi besar bagi bangsa dan negara. Sementara Logos berkaitan dengan logika (logic), di mana seorang calon anggota legislatif memiliki logika berpikir yang baik. Dia harus memiliki alasan logis mengapa dia bersedia (atau berambisi) menjadi calon anggota legistaltif, lebih dari sekedar gengsi pribadi maupun keluarga.

Apa yang dikemukakan Panggabean sangatlah benar. Ketiga kriteria tersebut mutlak harus dimiliki seorang calon anggota legislatif. Dalam kesempatan tanya jawab dengan pemirsa melalui telepon, saya menambahkan satu lagi hal yang juga mutlak dimiliki oleh seorang calon anggota legislatif, yaitu ability atau kemampuan. Menurut saya, mayoritas anggota legislatif di DPR selama ini (maupun calon anggota legislatif dalam pemilu 2009) adalah politisi yang datang dari berbagai partai politik. Sebagaimana kita ketahui bersama, fungsi DPR meliputi legislasi, pengawasan dan anggaran. DPR memproduksi undang-undang dan sekaligus mengontrol pemerintah (legislatif) di dalam menjalankan undang-undang. Para politisi ini menempatkan diri dalam berbagai komisi dengan bidang-bidang kekhususan, seperti misalnya Komisi I yang membidangi Pertahanan, Intelijen, Luar Negeri, Komunikasi dan Informasi; Komisi VII membidangi Energi Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, serta Lingkungan Hidup; Komisi XII membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Tiap komisi memiliki counterpart di pemerintahan baik itu departemen, lembaga, maupun badan terkait.


Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana kemampuan (ability) para anggota legislatif di dalam memahami bidang masing-masing agar fungsi DPR dapat berjalan semestinya? Idealnya, anggota legislatif terdiri dari para ahli dengan latar belakang pendidikan formal di bidang tersebut. Komisi I misalnya, harus terdiri dari pakar di bidang pertahanan (militer), intelijen, diplomasi, komunikasi dan informatika. Anggota militer aktif maupun pensiunan militer, mantan intel senior, mantan diplomat, maupun pakar di bidang teknologi informasi. Demikian juga halnya di Komisi XII yang semestinya diisi oleh para pakar di bidang ekonomi dan keuangan agar mereka dapat memproduksi undang-undang yang applicable, acceptable dan accountable, serta mengawasi pelaksanaannya. Para ekonom, akuntan, praktisi keuangan (perbankan, lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, pasar modal, dll.) maupun ahli business strategy yang sudah diakui reputasi dan latar belakang pendidikannya.

Apa yang bisa diharapkan dari seorang lulusan pendidikan menengah untuk mengurusi bidang-bidang tersebut? Apakah para politisi yang duduk di lembaga legislatif sekarang (maupun yang akan datang) terdiri dari manusia-manusia super yang memahami segala bidang? Apakah mereka memiliki track record pengalaman (pathos), logika berpikir (logos) yang baik, serta kemampuan (ability) di dalam menjalankan tugas? Selain itu bukan rahasia lagi, banyak di antara para anggota legislatif yang beretika (ethos) buruk dengan melakukan kegiatan money politics pada saat proses pemilihan dan kemudian bermasalah dengan hukum ketika mereka sudah menempati kursinya di lembaga yang katanya terhormat itu. Beberapa anggota DPR dan DPRD di berbagai daerah sudah ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Barangkali masih banyak yang akan segera menyusul.

Partai-partai politik sudah saatnya mengubah strategi untuk mendapatkan kursi. Jangan lagi berdasarkan ketokohan maupun kharisma figur-figur tertentu, atau karena besaran kontribusi materi yang diberikan si calon, tetapi mengedepankan keempat kriteria di atas, agar stigma 5DK (datang, duduk, diam, dengar, duit dan korupsi), serta guyonan Gus Dur yang mengistilahkan DPR sebagai ‘taman kanak-kanak’ dapat hilang dengan sendirinya. Rakyat mendambakan DPR yang benar-benar terhormat. Terhormat karena etikanya, terhormat karena pengalamannya, terhormat karena logika berfikirnya, serta terhormat karena kemampuannya. Bukan DPR yang menganggap dirinya terhormat tetapi perilakunya tidak layak dihormati.

*) Andy Porman Tambunan, S.Kom., MM
adalah praktisi pasar modal, penulis, pengajar,
calon anggota legislatif DPRD DKI Jakarta Dapil Jakarta Selatan

mewakili Partai Damai Sejahtera

Tidak ada komentar: